Jumat, 25 Juli 2014

ADA APA-APA DENGAN CINTA

Beberapa bulan yang lalu, sejak pertama kali Rangga mengenal Cinta… sekolah mendapatkan gairah dan gossip terbaru. Mereka tampaknya lebih terkenal dari pasangan seleb legendaris – Cut Menari dan Ariel Peterporn.

Setiap hari, setiap saat… Rangga sering menemui Cinta, dan Cinta sering ditemui Rangga (contoh pemborosan bahasa banget, nih). Pria yang tampan, tegap, berambut ikal itu memang unik. Perpaduan wajahnya sudah bagaikan penyatuan dari Nicholas Saputra, Limbad, dan Pak Tarno. Sedangkan Cinta adalah seorang manusia dengan rambut lurus panjang dan kulit kuning langsat, hanya saja dengan ciri yang sangat spesifik dan perbedaan yang besar. Banyak yang mengatakan kalau Cinta bukanlah wanita. Andaikan ada yang melihatnya sekilas, pastilah orang itu akan berkata bahwa Cinta adalah Dian Sastro yang dianugerahi rangkaian kumis, jenggot, dan cambang (wow???).

Ada satu hal yang mengikat antara Cinta dan Rangga dari hati yang terdalam. Mereka berdua sangat menyenangi puisi dan kata-kata yang indah. Setiap hari, Rangga yang kemayu dan sangat feminim selalu menulis puisi untuk Cinta yang malah terlihat lebih kekar dan jantan. Ada sebuah puisi yang sangat Cinta sukai. Judulnya ialah : “Aku” karya Chairil Anwar. Setiap hari ia menyuruh Rangga membaca itu, pada saat kalimat pertama yang berbunyi : “Aku adalah Binatang Jalang”… Cinta segera mengambil sebuah cambuk dan memecut pria tersebut. Ini pacaran atau penyiksaan ya…?

Pada suatu sore yang tenang di taman, Rangga dan Cinta duduk berdua. Tidak ada orang lain di tempat mereka berdua, kecuali beberapa rombongan ibu-ibu pengajian. Rangga (seperti biasanya) segera memberikan puisi romantis untuk Cinta. Mata dan kumis Cinta segera basah, ia terharu.   
Cinta minta Rangga untuk membacakan puisi itu. Rangga tersenyum dengan gaya yang lemah gemulai sambil membenarkan sebuah pita kecil di rambutnya yang ikal dan gondrong.

“Puisi untuk Cinta…”

Serunya. Saking terharu, jenggot Cinta segera saja berkilatan karena cucuran air mata romantis.

“Cinta… oh… Cinta…”

Kalimat pertama dibacakan, Cinta hampir pingsan, hidungnya mengeluarkan ingus dan mimisan.

“Cinta… hanya kaulah gadis di dalam hidupku, meskipun kau tidak tampak seperti gadis sama sekali…”

Wajah Rangga sangat serius, ia menghirup nafas dalam-dalam.

“Cinta… andaikan aku ini tanaman, kau ibarat hama werengnya! Andaikan aku ini sapi, kau pastilah si tukang jagalnya!”

Ratusan ibu-ibu pengajian menengok Rangga dengan sangat heran begitu ia membaca keras-keras kalimat tersebut. Mereka berdua tidak terlihat seperti orang pacaran, malah lebih tampak seolah-olah mereka itu adalah dua orang pelajar yang mungkin saja mengidap autis.

“Cinta… oh Cinta…”

Rangga melanjutkan kembali puisinya. Ia fokus sekali di depan kertas sehingga tidak melihat Cinta yang sangat antusias dan sudah memakan rumput (saking tidak sabar menunggu kalimat yang lain).

“Oh my God Cinta… engkau bagaikan bidadari yang tampak seperti setan! Engkau bagaikan seorang Puteri yang telah salah asuhan!”

Cinta mendesah dan berteriak histeris mendengarnya. Rangga tersenyum, dan rombongan ibu-ibu mulai menggesek-gesekkan jari mereka di dahi masing-masing.

“Cinta.. oh Cinta…”

Ucap Rangga kemudian.

“Meskipun orang lain tidak percaya bahwa kau wanita… tapi bagiku. Engkau memang seperti laki-laki! Mari kita selalu bersama sehidup-semati! Aku sendiri hidup… dan kau yang mati.”

“Oh Rangga! Kau terlalu besar memujiku!”

Seru Cinta cepat menghentikan puisinya. Rangga dipuji, Rangga tersenyum. Ia dengan cepat membenarkan pita bibir di rambutnya kembali. Bagi mereka, ini adalah surga. Bagi rombongan ibu-ibu yang melihat, ini adalah sebuah tanda-tanda kalau kiamat sudah sangat dekat sekali.

Setelah Rangga selesai dengan puisinya, ia segera mengambil sesuatu yang lain. Sebuah kalung rantai besar, yang biasa dipergunakan orang untuk mengikat kapal kecil. Cinta mendelik dan kaget, untuk apa itu?
Rangga tersenyum lagi. Ia mengatakan kalau benda itu akan dipergunakan untuk mengikat cinta di dalam kandang agar mereka tidak bisa berpisah lagi. Seorang ibu-ibu dari rombongan yang menonton tingkah mereka segera memberikan pesan singkat kepada polisi dan psikiater untuk menangkap dua orang itu.

“Rangga… kamu terlalu baik. Tunggu, aku ada juga bingkisan buatmu”

Seru Cinta yang merapikan janggut dan kumis sebelum ia merogoh ke dalam tas sekolah yang terbuat dari kotak besi. Ada sebuah benda yang harus dimiliki oleh Rangga saat ini, benda itu dinamakan “Taser”.

“Ini buat apa Cinta?”

Tanya Rangga.

“Ini buat menyetrum kamu, agar selau cinta denganku!”

Ujar Cinta riang, sedang Rangga mendadak pucat dan takut. Taser yang Cinta pegang mempunyai kekuatan 5500 Watt – 220 Volt, benda yang mampu membuat pingsan Kuda Nil. Rangga takut kalau dihajar dengan itu, ia akan mati terlebih dahulu sebelum kawin.

Rangga mengucapkan kalau Taser terlalu berbahaya. Cinta mengangguk, dan ia mengambil sebuah barang yang lain.

“Kalau ini?”

Ada sebuah botol kecil dengan kaca yang kecoklatan. Tampak aman, tetapi Rangga harus bertanya lebih lanjut.

“Ini apa Cinta?”

“Oh… ini botol ramuan ajaib! Sekali minum, pasti kamu mabuk kepayang denganku!”

Rangga mengernyit.

“Memangnya itu ramuan apa?”

“Namanya “Cinta Milk”! Isinya adalah susu kucing yang dicampur dengan oli mesin, sayang… minum yah?”

Cinta bertingkah semakin aneh. Ada Apa-Apa Dengan Cinta… ia terlihat ingin membunuh pacar yang kemayu itu.

“Nggak! Aku nggak mau!”

Rangga menolak, dan akhirnya Cinta langsung naik pitam. Dengan segera ia merobek baju sekolahnya, ternyata tubuhnya sudah dilapisi oleh sebuah T-Shirt bergambar tengkorak!

“Cinta!?!”

“Minum lu! Awas, gua bantai entar!!”

Cinta mengancamnya dengan mengacungkan sebuah tinju dari tangan yang kekar, penuh urat, dan berbulu. Sedang Rangga menangis kencang sehingga bedak dan gincu di wajahnya luntur.

“Cinta! Kamu nggak seperti perempuan!”

Seru Rangga takut, ibu-ibu yang melihat kegiatan mereka… semuanya mengambil handphone masing-masing. Ada yang menghubungi polisi, ada yang menelpon TNI, ada juga yang segera memanggil tukang gali kubur terdekat. Rangga benar-benar ketakutan setengah mati, apalagi kursi taman tempat mereka duduk sudah dijatuhkan dan dimakan oleh Cinta dengan rakus.

“Cinta…? Ada apa sih? Kok kamu kayak gitu, sayang???”

Pekik Rangga dengan keringat yang juga sudah melunturkan eye-shadow yang ia pakai. Cinta tertawa, ia segera berujar :

“Kamu bilang aku tidak seperti perempuan!?!”

Hardik Cinta dengan suara yang berat dan garang.

“I… iya! Ha.. habis kamu kayak gitu!”

Seru Rangga khawatir bukan kepalang.

“Aku memang bukan perempuan, bego!!!”

Rangga terperanjat dan terbangkit dari posisi duduknya.

“Jadi… jadi kamu bukan wanita?”

“Ya iya lah! Coba kamu lihat, aku sekolah aja pake celana panjang, bukan rok!!”

“Ta… tapi selama ini?!”

“Selama ini aku berbohong Rangga! Aku sengaja memperalatmu agar dendam keluargaku bisa tersampaikan!”

Rangga memukul dahinya dengan keras. Ia sangat bodoh, bodoh sekali! Seharusnya ia tahu, kalau seorang wanita itu ciri-cirinya tidak akan mempunyai kumis, cambang, dan jenggot! Dari kejauhan, para polisi, tentara (mulai dari angkatan laut-darat-udara-dunia lain) sudah datang. Mereka menerima pesan singkat dari para ibu-ibu.

Rangga setengah mati bertanya, kalau ada salah apa keluarganya dengan Cinta selama ini. Cinta mengatakan kalau nama aslinya itu Sumarno, Rangga mendelik terkejut. Sumarno memang bukan nama yang asing. Sumarno adalah seorang anak dari tukang kebun yang dipecat oleh keluarga Rangga karena rumput yang dipotongnya kurang tipis 1 mili.

Nyawa Rangga di ujung tanduk! Untung saja aparat cepat bertindak untuk mengamankan situasi itu.

“Jangan bergerak! Tangan di atas, gerakan sempurna, lalu goyang poco-poco!”

Hardik mereka ke arah Cinta (alias Sumarno), dan Rangga. Rombongan ibu-ibu pengajian sudah berkemas ingin pergi, dan menyerahkan urusan mereka kepada para aparat yang juga sudah membawa sebuah tank itu.

“Ah.. akhirnya”

Rangga sangat lega karena berhasil terhindar dari pembunuhan yang keji. Ia segera mendekat ke aparat, tetapi para aparat malah berteriak lagi.

“Kau! Diam di tempat!! Yang kumisan dan berjenggot, segera berlindung!”

“APA!?!”

Rangga heran, kok bisa-bisanya ia yang dituduh sebagai tersangka? Cinta (alias Sumarno) yang jelas-jelas ingin membunuhnya malah disuruh berlindung??

“Pak! Yang korban itu saya!!! Saya mau disetrum, diracun, dan dibunuh!!!”

Teriak Rangga sebal, ia benar-benar tidak mengerti (begitu juga dengan penulis). Hehehe…

“Alah! Kamu alasan! Sekarang ikut ke kantor!!!”

Salah seorang petugas segera memborgol Rangga dengan cepat.

“Ta… tapi salah saya apa pak!?!”

Rangga masih berusaha berontak dan menjelaskan situasi.

“Banyak! Kamu tahu nggak, kamu tampak mencurigakan! Kamu cowok, tapi pake rok – pita – dan dandanan kayak gitu… pasti kamu banci yang lagi ngamen kan!?! Ikut saya! Saya akan serahkan kamu pada Kamtib!”

Rangga sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa. Penampilannya memang terlihat sangat salah hari ini, bahkan ia juga memang membawa kerincingan tutup botol yang biasa digunakan para pengamen di dalam tas.  Sebagai informasi rahasia, siang hari memang Rangga selalu dipanggil “Rangga”, tetapi kalau malam… Rangga dipanggil “Reni”.

“Pak! Ampun pak! Rempong deh, eke belom ngamen tahu!!!”


Teriak Rangga spontan, ia tidak mau diserep ke kamtib, tetapi mau apa lagi? Sudah tidak ada harapan. Akhirnya seperti itulah para pembaca yang normal dan budiman. Rangga ditangkap dan diberikan bimbingan, orang tuanya dipanggil. Sedang Cinta (alias Sumarno) jelas merasa menang. Ia tidak dicurigai sebagai banci, karena siapa saja tahu kalau ia pria… bukan seorang gadis. Hanya Rangga saja yang terlalu bodoh untuk tahu perbedaan antara wanita dan laki-laki. Jadi,  Ada Apa-Apa Dengan Cinta? Benar, ada apa-apa sekali! Gara-gara “ada apa-apa” itulah Rangga masuk dalam jebakan, yang akhirnya ditangkap oleh aparat ke kantor kamtib.  

0 komentar:

Posting Komentar